Cari Blog Ini

Selasa, 15 Februari 2011

tapsir alkautsar

TAFSIR SURAT Al-kautsar
 Surat ini terdiri dari 3 ayat, merupakan surat yang terpendek dalam Al Qur`an.
 Surat ini diturunkan di Makkah dan merupakan surat ke-14 dalam turunnya wahyu serta surat ke-108 dalam urutan mushaf.
 Al-Kautsar menurut arti kata berasal dari akar kata yang sama dengan ‘Katsir’ yang berarti ’Banyak’. Jadi Al-Kautsar berarti sesuatu nikmat yang banyak.
 Hubungan surat Al-Kautsar dengan surat sebelumnya:
Dalam surat Al-Ma’un dikemukakan sifat-sifat manusia yang buruk, sedang dalam surat Al-Kautsar ditunjukkan sifat-sifat yang mulia, yang diperintahkan mengerjakannya.
 Hubungan surat Al-Kautsar dengan surat sesudahnya:
Dalam surat ini Allah memerintahkan agar mempersembahkan diri kepada Allah, sedang dalam surat sesudahnya (Al-Kafirun) perintah tersebut ditekankan lagi.
Asbabul Nuzul
 Bahwa orang-orang musyrik Mekkah dan orang-orang munafik Madinah mencela dan mengejek Nabi Saw. dengan beberapa hal.
 Pertama, orang-orang yang mengikuti beliau adalah orang-orang dhu‘afa, sementara orang-orang yang tidak mengikutinya adalah para pembesar dan pejabat. Andaikan agama yang dibawakan itu benar, tentu pembela-pembelanya itu ada dari kelompok orang pandai yang memiliki kedudukan di antara rekan-rekannya.
 Sikap para pembesar seperti itu terjadi pada Rasululllah Saw. para pembesar telah menentang beliau karena kedengkian mereka kepada Rasul dan para pengikutnya yang ber-kedudukan rendah. Kedua; ketika mereka melihat putra-putra Rasulullah meninggal, mereka pun berkata: “Terputuslah keturunan Muhammad, dan dia menjadi abtar.” Mereka mengira wafatnya putra-putra Rasul itu sebagai aib, sehingga mereka mencela beliau dengan hal itu, dan berusaha memalingkan manusia dari mengikutinya. Apabila mereka melihat syiddah (kesulitan) yang turun kepada orang-orang Mukmin, mereka senang dan menunggu kekuasaan itu bergeser kepada mereka. Mereka berharap kekuasaan itu hilang dari kaum Muslim, sehingga kedudukan mereka yang sempat digoncang-kan oleh agama baru itu kembali lagi kepada mereka.
 Atas dasar itu, surat Al-Kautsar ini turun untuk menegaskan kepada Rasul Saw. bahwa apa yang diharapkan oleh orang-orang kafir itu merupakan harapan yang tidak ada kebenarannya; untuk menggoncangkan jiwa orang-orang yang tidak mau menyerah dalam pendiriannya, yang tidak lembut tiang-tiangnya, orang-orang yang berkepala batu; untuk menolak tipuan orang-orang musyrik dengan sebenar-benarnya; dan untuk mengajarkan kepada mereka bahwa Rasul akan ditolong, sementara pengikut-pengikut-nya akan memperoleh kemenangan.
 KANDUNGAN SURAT
 Isinya mengandung ungkapan-ungkapan yang indah lagi mengagumkan, membuat yang membacanya berdecak kagum. Makna-makna kalimatnya yang kuat dan istimewa menunjukkan menjadi bagian mukjizat Ilahi.
 Adapun secara umum kandungan singkat surat ini adalah
 Menegaskan bahwa Allah SWT telah menganugerahakn kepada nabi saw dan umatnya Al-kautsar yaitu kenabian, agama yang benar, petunjuk dan apa yang ada di dalamnya tentang kebahagiaan di dunia dan akhirat.
 Perintah menunaikan shalat dan berkurban sebagai sarana ungkapan syukur kepada Allah atas segala nikmat yang telah dianugerahkan.
 Bantahan atas tuduhan orang-orang musyrik Quraisy atas nabi saw bahwa beliau adalah Al-Abtar. Yaitu orang yang namanya tidak berlanjut dan jejaknya tidak kekal. 24
 Dalam tafsir lain disebutkan bahwa kandungan surat adalah sebagai berikut
 Bahwa Allah telah memberikan kepada nabi Muhammad sungai yang besar di surga yang dinamakan AL-KAUTSAR. Ia adalah telaga yang panjangnya perjalanan satu bulan dan lebarnya juga perjalanan satu bulan. Airnya lebih putih dari susu dan lebih manis dari madu. Bejanannya sbanyak dan semengkilap bintang-bintang di langit. Baunya lebih harum dari minyak kasturi. Siapa yang meminum seteguk darinya, maka dia tidak akan merasa haus selamanya. Dan sungai ini adalah bagian dari nikmat yang banyak, yang diberikan Allah kepadanya.
 Setelah menyebutkan nikmat-Nya yang diberikan kepada nabi-Nya, Allah SWT memerintahkannya untuk mensyukuri nikmat itu dengan menjadikan shalat dan sembelihannya hanya untuk Allah SWT, tidak seperti orang-orang musyrik yang bersujud dan menyembelih (binatang) untuk selain Allah, seperti patung, para wali dan lain sebagainya.
 Kemudian Allah SWT memberitahukan kepada nabi saw bahwa sesungguhnya orang yang membenci dan mencelanya itulah yang terputus dari semua kebaikan, terputus amal dan nama baiknya. Sedangkan nabi Muhammad SAW, maka dialah yang benar-benar sempurna, yang memiliki kesempurnaan yang mungkin dicapai oleh makhluk. Karena Allah telah mengangkat derajat dan namanya dan memperbanyak pengikutnya sampai hari Kiamat.
 نَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ
 Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu Al-Kautsar.
 Surat ini dimulai dengan kata “Inna/Sesungguhnya” yang menunjukkan bahwa berita yang akan diungkapkan selanjutnya adalah sebuah berita besar yang boleh jadi lawan bicara atau pendengarnya meragukan kebenarannya.
 Ayat pertama ini menunjukkan keluasan karunia tanpa batas, dan kenikmatan yang besar lagi melimpah.
 Seperti firman-Nya
 وَلَسَوْفَ يُعْطِيكَ رَبُّكَ فَتَرْضَى
“Dan kelak pasti Rabb-mu memberikan karuniaNya kepadamu, lalu (hati) kamu menjadi puas”. (Adh Dhuha:5)
 Karunia yang besar ini berasal dari Dzat Pemberi karunia Yang Besar, kaya, lagi luas anugerahnya. Oleh karena itu, kata ganti pertama (mutakallim) dalam ayat ini, bentuknya dijama`kan, menjadi innaa (إِنَّآ) yang menandakan keagungan Sang Rabb, Dzat Yang Maha Pemberi.
 Karunia ini ini utuh dan berkesinambungan sebab kalimat pada ayat ini diawali dengan kata inna yang menunjukkan penegasan dan realisasi kandungan berita layaknya fungsi sumpah.
 Demikian juga, Allah menggunakan fi'il madhi (kata kerja lampau) dalam kalimat ini, yang bertujuan sebagai penekanan kejadian peristiwa. Sebab obyek yang sifatnya harapan yang berasal dari Dzat Yang Maha Mulia, terhitung sebagai perkara yang pasti terjadi.
 Kata Al-Kautsar berbentuk wazan fau'al seperti kata naufal. Bangsa Arab menamakan segala sesuatu yang melimpah baik kuantitasnya, atau besar kedudukan dan urgensinya dengan nama kautsar.
 Para ulama tafsir berselisih pendapat dalam menafsikan Al Kautsar yang diberikan kepada Nabi Saw. Pendapat mereka terangkum dalam keterangan berikut ini :
 Sungai di surga.
 Telaga Nabi di Mahsyar.
 Kenabian dan kitab suci.
 Al Qur`an.
 Islam.
 Kemudahan memahami Al Qur`an dan aturan syariat.
 Banyaknya sahabat, ummat dan kelompok-kelompok pembela.
 Pengutamaan Nabi diatas orang lain
 Meninggikan sebutan Nabi saw
 Sebuah cahaya dihatimu mengantarkanmu kepada-Ku, dan menghalangimu dari selain-Ku
 Syafaat.
 Mukjizat-mukjizat Allah yang menjadi sebab orang-orang meraih hidayah melalui dakwahmu.
 Tidak ada yang berhak diibadahi kecuali Allah, Muhammad adalah utusan Allah.
 Memahami agama.
 Shalat lima waktu.
 Perkara yang agung.
 Kebaikan yang merata yang Allah berikan kepada Beliau.
 Al Wahidi berkata,”Kebanyakan ahli tafsir berpendapat, bahwa Al Kautsar adalah sungai di surga.”
 Panutan para ulama tafsir, Ibnu Jarir At Thabari berkata: “Pendapat yang paling utama menurutku adalah pendapat orang yang mengatakan Al Kautsar adalah nama sungai di surga yang dianugerahkan Rasulullah di surga kelak. Allah menyebutkan ciri khasnya dengan sifat katsrah (melimpah ruah) sebagai pertanda ketinggian kedudukannya. Kami mengatakan itu sebagai tafsiran yang paling utama lantaran banyaknya riwayat dari Rasulullah yang menjelaskannya“
 Al Qurtubi berkata , ”Penjelasan yang paling benar adalah perkataan yang pertama dan kedua, karena kedua perkataan tersebut ditetapkan oleh Nabi dalam sebuah nas tentang Al Kautsar.”
 Asy Syaukani mengatakan,”Tafsir ini dari Ibnu Abbas, pandangannya bertumpu pada maknanya secara bahasa. Akan tetapi Rasulullah telah menafsirkannya sebagai sungai di surga dalam haditsnya yang shahih".
 Syaikh Salim berkata: Keterangan-keterangan yang dikemukakan oleh mayoritas ulama tafsir merupakan kebenaran yang nyata, karena beberapa perkara berikut ini:
 Pertama : Telah diriwayatkan dari Rasulullah , bahwasanya Beliau menafsirkan Al Kautsar sebagai sungai di surga dalam beberapa hadits. Diantaranya.
 عَنْ أَنَسٍ قَالَ بَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ بَيْنَ أَظْهُرِنَا إِذْ أَغْفَى إِغْفَاءَةً ثُمَّ رَفَعَ رَأْسَهُ مُتَبَسِّمًا فَقُلْنَا مَا أَضْحَكَكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ أُنْزِلَتْ عَلَيَّ آنِفًا سُورَةٌ فَقَرَأَ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ ثُمَّ قَالَ أَتَدْرُونَ مَا الْكَوْثَرُ فَقُلْنَا اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ قَالَ فَإِنَّهُ نَهْرٌ وَعَدَنِيهِ رَبِّي عَزَّ وَجَلَّ عَلَيْهِ خَيْرٌ كَثِيرٌ هُوَ حَوْضٌ تَرِدُ عَلَيْهِ أُمَّتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ آنِيَتُهُ عَدَدُ النُّجُومِ

Dari Anas, dia berkata: Pada suatu hari ketika Rasulullah berada di tengah kami, Beliau mengantuk sekejap. Kemudian Beliau mengangkat kepalanya dengan senyum. Maka kami bertanya: “Apa yang membuatmu tertawa, wahai Rasulullah?” Rasulullah menjawab,”Baru saja turun kepadaku sebuah surat,” maka Beliau membaca surat Al Kautsar. Kemudian Rasulullah bersabda,”Apakah kalian tahu apakah Al Kautsar itu?” Maka kami berkata,”Allah dan RasulNya lebih mengetahui.” Rasulullah bersabda,”Al Kautsar adalah sungai yang dijanjikan Rabbku Azza wa Jalla untukku. Disana terdapat kebaikan yang banyak. Ia adalah telaga yang akan didatangi umatku pada hari Kiamat. Jumlah bejananya sebanyak bintang-bintang...."
 Kedua. Keterangan-keterangan yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas tidak bertentangan dengan nash hadits yang shahih.
 عن أَبِي بِشْرٍ عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّهُ قَالَ فِي الْكَوْثَرِ هُوَ الْخَيْرُ الَّذِي أَعْطَاهُ اللَّهُ إِيَّاهُ قَالَ أَبُو بِشْرٍ قُلْتُ لِسَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ فَإِنَّ النَّاسَ يَزْعُمُونَ أَنَّهُ نَهَرٌ فِي الْجَنَّةِ فَقَالَ سَعِيدٌ النَّهَرُ الَّذِي فِي الْجَنَّةِ مِنْ الْخَيْرِ الَّذِي أَعْطَاهُ اللَّهُ إِيَّاهُ
 Dari Abi Basyar dari Said bin Jubair dari Ibnu Abbas, sesungguhnya dia berkata tentang Al Kautsar. Ia adalah limpahan kebaikan yang Allah berikan kepada Rasulullah. Abu Bisyr berkata kepada Said bin Jubair ‘Sesungguhnya orang-orang menyangkanya sungai di surga’. Maka Said berkata,”Sungai di surga merupakan bagian dari kebaikan yang Allah berikan kepada Rasulullah"
 Ibnu Athiyah menyatakan : "Alangkah indahnya pernyataan yang dikemukakan oleh Ibnu Abbas dan alangkah baiknya penyempurnaan keterangan dari Ibnu Jubair. Masalah tentang sungai (di surga) telah ditetapkan dalam hadits Isra (mi'raj) dan hadits lainnya. Semoga Allah senantiasa mencurahkan shalawatNya kepada Muhammad dan semoga Allah memberikan manfaat kepada kita semua dengan hidayahNya.”
 Ibnu Katsir menjelaskan : “Penafsirannya bisa dengan sungai dan selainnya. Karena Al-Kautsar berasal dari kata Al Katsrah, yaitu kebaikan yang melimpah ruah. diantaranya adalah berbentuk sungai tersebut... Telah diriwayatkan dalam riwayat yang shahih dari Ibnu Abbas, bahwasanya dia menafsirkannya dengan makna sungai juga.
 Ibnu Jarir berkata : “Abu Kuraib telah menceritakan kepada kami (ia berkata), Umar bin Ubaid telah menceritakan kepada kami dari Atha`dari Said bin Jubair dari Ibnu Abba, ia berkata:"Al-Kautsar adalah sungai di surga. Kedua tepi sungai tersebut adalah emas dan perak, mengalir di atas yaqut (sejenis batu mulia) dan mutiara, airnya putih berasal dari salju dan lebih manis daripada madu.”
 Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata: "Jadi, kutipan Said bin Jubair terhadap perkataan Ibnu Abbas yang berbunyai "(Al-Kautsar) itu adalah kebaikan yang melimpah ruah". tidak bertentangan dengan pernyataan lainnya yang menafsirinya sebagai sungai di surga. Karena sungai merupakan bagian dari kebaikan yang banyak. Mungkin saja Sa'id ingin menunjukkan bahwa tafsir Ibnu Abbas lebih utama karena bersifat umum. Akan tetapi telah ditetapkan pengkhususannya dengan sungai dari keteranan Nab, maka tidak ada pilihan untuk mengesampingkannya".
 Jadi apa makna Al-kautsar…Al-Kautsar adalah sungai di surga dan airnya akan dialirkan keadalam telaga.
 Sebagaimana diriwayatkan dalam hadits Abu Dzar, ia berkata, "Wahai Rasulullah, apa bejananya al-ahaudh (telaga)?" Rasulullah menjawab: " Demi dzat yang jiwa Muhammad ada di tanganNya, sungguh bejananya lebih banyak dari jumlah bintang-bintang dan planet-planet yang ada di langit di malam malam gelap gulita tanpa awan. Bejana-bejana dari surga. Barangsiapa yang minum darinya, maka tidak akan merasa haus selamanya. Ada dua talang dari surga yan menjulur ke dalamnya. barangsiapa yang minum darinya, tidak akan merasa haus selamanya. Lebar sungai tersebut sama dengan panjangnya, kira-kira sejauh antara Amman dan Aila`. Airnya lebih putih dari susu dan lebih manis dari madu".
 WAJIBNYA BERIMAN KEDAPA TELAGA NABI
 Al-Qurtubi berkata dalam Al-Mufhim: "Di antara perkara-perkara yang diwajibkan atas setiap muslim mukallaf untuk mengetahuinya dan membenarkannya adalah:
 Bahwasanya Allah telah menganugerahkan karunia buat Nabi Muhammad secara khusus berupa Al-Kautsar, yaitu haudh (telaga) yang telah dijelaskan nama, sifat, minuman dan bejananya dalam banyak hadits yang shahih dan masyhur. Sehingga membekaskan pengetahuan yang pasti dan keyakinan yang bulat. Sebab, telah diriwayatkan dari Nabi melalui lebih dari tiga puluh sahabat-sahabat, riwayat dua puluh orang diantara mereka tercantum dalam Shahihain dan riwayat lain terdapay dalam selain dua kitab tersebut, dengan jalur periwayatan yang shahih dan riwayat yang masyhur“
 Qadli Iyadh berkata: "Hadits-hadits tentang telaga adalah shahih, beriman kepadanya merupakan suatu kewajiban, dan membenarkannya merupakan bagian dari iman. Menurut Ahlus Sunnah wal Jamaah maknanya adalah seperti makna zhahirnya, tidak perlu ditakwilkan atau diperdebatkan lagi.
 Tafsir Ayat 2
 فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
 Maka salatlah kamu untuk Tuhanmu, dan berkurbanlah.
 Setelah menyebutkan nikmat-Nyya yang diberikan kepada nabi-Nya, Muhammad SAW, Dia SWT memerintahkannya untuk mensyukuri nikmat itu dengan menjadikan shalat dan sembelihannya hanya untuk Allah SWT, tidak seperti orang-orang musyrik yang bersujud dan menyembelih (binatang) untuk selain Allah, seperti patung, para wali dan lain sebagainya.
 Dalam ayat ini Allah memerintahkan Nabi-Nya agar mengerjakan salat dan menyembelih hewan kurban karena Allah semata, karena Dia sajalah yang mendidiknya dan melimpahkan karunia-Nya.
 Dalam ayat lain yang sama maksudnya Allah berfirman:
 قل إن صلاتي ونسكي ومحياي ومماتي لله رب العالمين لا شريك له وبذلك أمرت وأنا أول المسلمين
 “Katakanlah: "Sesungguhnya salatku, ibadatku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah. Tuhan semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)". (Al An'am:162-163)
 Dua macam ibadah ini secara khusus disebut karena keduanya merupakan ibadah yang paling utama dan yang paling mulia.
 Shalat mengandung ketundukan kepada Allah SWT, di hati dan di anggota badan.
 Sedangkan menyembelih adalah bentuk pendekatan diri kepada Allah dengan harta berharga yang dimiliki manusia, yaitu onta, sapi dan kambing. Padahal jiwa manusia itu secara kodrati amat mencintai harta.
 Kata nahr, memiliki beberapa makna:
 Dalam bahasa Arab, salah satu arti kata nahr adalah berkurban. Arti yang lain adalah bagian dada sebelah atas.
 Sebagian mufassir menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan nahr ialah mengangkat tangan lurus dengan bahu sebelah atas. Sehingga, kata mereka, maknanya adalah, “Salatlah kepada Tuhanmu, ucapkan kebesaran nama Tuhanmu sambil meng-angkat tangan selurus bahu.”
 Pendapat ini didasarkan kepada hadis yang diriwayatkan oleh Abi Hatim, Al-Hakim, Ibn Mardawaih, dan Al-Baihaqi, dalam Sunannya, dari Ali bin Abi Thalib, ia berkata: “Ketika surat ini diturunkan kepada Nabi Saw., beliau bertanya kepada Jibril: ‘Apa yang dimaksud dengan nahr yang diperintahkan oleh Allah di sini?’ Jibril berkata: ‘Yang dimaksud di sini bukan berkurban. Maksud kata ini adalah memerintahkanmu untuk mengangkat tangan saat menghormat dalam salat, saat takbir, ruku, dan mengangkat kepala dari ruku. Sebab, itulah salat kami dan salat malaikat yang berada di langit yang tujuh. Segala sesuatu itu memiliki perhiasan-nya. Dan perhiasan salat adalah mengangkat tangan pada setiap takbir.’”
 إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ
 Sesungguhnya pembenci-mu itulah yang akan binasa.
 Sesudah Allah menghibur dan menggembirakan Rasul-Nya serta memerintahkan supaya mensyukuri anugerah-anugerah-Nya dan sebagai kesempurnaan nikmat-Nya, maka Allah menjadikan musuh-musuh Nabi itu hina dan tidak percaya. Siapa saja yang membenci dan mencaci Nabi akan hilang pengaruhnya dan tidak ada kebahagiaan baginya di dunia dan di akhirat.
Adapun Nabi dan pengikut-pengikutnya sebutan dan basil perjuangannya akan tetap jaya sampai Hari Kiamat.
 Orang-orang yang mencaci Nabi, bukanlah mereka tidak senang kepada pribadi Nabi, tetapi yang mereka benci dan tidak senang adalah petunjuk dan hikmah yang dibawa beliau, karena beliau mencela kebodohan mereka dan mencaci berhala-berhala yang mereka sembah serta mengajak mereka untuk meninggalkan penyembahan berhala-berhala itu.
 Sungguh Allah telah menepati janji-Nya dengan menghinakan dan menjatuhkan martabat orang-orang yang mencaci Nabi, sehingga nama mereka hanya diingat ketika membicarakan orang-orang jahat dan kejahatannya. Adapun kedudukan Nabi SAW. dan orang-orang yang menerima petunjuk beliau serta nama harum mereka diangkat setinggi-tingginya oleh Allah sepanjang masa.
 Al-Abtar. Menurut asal katanya, al¬abtar adalah binatang yang terpotong ekornya. Adapun yang dimaksud al-abtar di sini ialah orang yang namanya tidak berlanjut dan jejaknya tidak kekal. Pengumpamaan kekalnya sebutan yang baik dan berlanjutnya jejak yang indah dengan ekor binatang karena ekor binatang itu mengikuti binatangnya dan menjadi perhiasan baginya. Sehingga, orang yang tidak memiliki sebutan yang kekal dan jejak indah yang berlanjut diibaratkan sebagai orang yang ekornya terlepas atau terputus.
 Al-Hasan berkata: “Orang-orang musyrik disebut abtar karena tujuan mereka terputus sebelum mereka mencapainya. Sejahterakanlah Nabi-Mu, wahai Tuhan kami, yang telah Engkau tinggi-kan namanya; telah Engkau rendahkan para pembencinya, dengan shalawat yang kekal, sekekal zaman.”
 Al- Maraghi menyebutkan ada beberapa hal, yaitu:
 1. Dulu, pengikut-pengikut Rasul Saw. yang pertama adalah kelompok dhu‘afa, fuqara dan orang miskin. Kebanyakan mereka bodoh-bodoh sehingga diejek dengan sebutan sufahâ’, orang-orang bodoh, walaupun kemudian Allah menegaskan, alâ innahum hum al-sufahâ’, mereka (para pembesar) itulah yang bodoh. Mereka (para pembesar) itu meng-anggap bahwa kalau agama yang dibawa oleh Muhammad itu benar, tentu pengikutnya adalah orang-orang pandai, orang-orang besar, dan orang-orang yang mengerti. Tetapi, mengapa para pengikutnya justru orang-orang bodoh? Karena itulah mereka menganggap bahwa agama itu akan cepat abtar, akan cepat lenyap, cepat terputus.
 2. Diriwayatkan bahwa Rasulullah Saw. mempunyai beberapa orang putra. Putra tertua bernama Al-Qasim. Kemudian Zainab, Abdullah, Ummu Kultsum, Ruqayyah, dan Fathimah. Al-Qasim meninggal. Setelah ia meninggal, Abdullah pun meninggal. Maka, berkatalah Al-‘Ashi bin Wail Al-Sahmi, salah seorang pembesar Quraisy: “Sudah terputus keturunan Muhammad; ia menjadiabtar, orang yang terputus keturunannya.” Sebab itulah Allah menurunkan ayat, Inna syâni’aka huwa al-abtar (Sesunguhnya pembencimulah yang akan binasa). Itulah pula sebabnya sebagian ulama men-jelaskan bahwa yang dimaksud al¬kautsar dalam surat ini adalah keturunan Rasulullah Saw., yakni janji Allah bahwa keturunan Muhammad tidak akan terputus, melainkan beranak pinak dalam jumlah yang banyak. Dahulu, orang Arab menyebut seorang anak dengan nama bapaknya. Jadi, jika seseorang tidak mem-punyai anak, maka namanya tidak akan disebut-sebut orang. Dan ternyata, nama Rasulullah terus berlanjut dengan kenangan yang baik, hingga sekarang.
 3. Merupakan sunnah para nabi bahwa para pengikutnya pada umumnya berasal dari kelompok dhu‘afa, dan bahwa para nabi dan pengikutnya selalu memilih bergaul dengan kelompok dhu‘afa. Dalam Al-Qur’an, yang dimaksud dhu‘afa bukan saja lemah dalam arti materi, tapi juga ilmu. Tapi, titik beratnya adalah dhu‘afa dari segi materi. Orang yang lemah dari sisi kekayaan, biasanya lemah juga dari sisi ilmu pengetahuan, kehidupan politik, dan kehidupan sosial. Dhu‘afa adalah kelompok lemah, orang-orang kecil. Al-Quran memiliki istilah lain, mustadh‘afîn, yakni orang-orang yang ditindas, dilemahkan.
 Inti Sari surat
 Surat menunjukkan dengan jelas tentang keistimewaan pemberian Al-Kautsar kepada Nabi kita. Beliaulah yang mempunyai maqam mahmud dan al-haudh (telaga).
 Allah telah memberikan kepada Nabi saw pemberian yang banyak sekali yang jumlahnya tidak terhitung. Allah telah mengaruniai nabi saw berbagai karunia, yang tidak mungkin sampai pada hakikatnya. Apabila musuh-musuhnya menganggap enteng dan kecil terhadap karunia itu, maka itu disebabkan karena kerusakan pikiran dan lemahnya persepsi mereka.
 Jadikanlah shalat dan berkurban karena Allah SWT, sehingga niscaya diterima dan memberikan karunia berlipat ganda.
 Bahwa dua ibadah yang diperintahkan dalam ayat adalah sarana mewujudkan rasa yang mendalam kepada Allah berupa menjalin hubungan erat kepada Allah dan kasih sayang kepada sesama manusia.
 Dua macam ibadah (shalat dan berkurban) disebutkan secara khusus dalam surat ini, karena keduanya merupakan ibadah yang paling utama dan yang paling mulia. Shalat mengandung ketundukan kepada Allah SWT, di hati dan di anggota badan. Sedangkan menyembelih adalah bentuk pendekatan diri kepada Allah dengan harta berharga ang dimiliki manusia, yaitu onta, sapi dan kambing.
 Tidak ada kebaikan yang akan diterima oleh para penentang dakwah kecuali akan terputus semua amalnya dari kebaikan, sementara nabi Muhammad SAW, maka dialah yang benar-benar sempurna, yang memiliki kesempurnaan yang mungkin dicapai oleh makhluk. Karena Allah telah mengangkat derajat dan namanya dan memperbanyak pengikutnya sampai hari Kiamat.
 Kata abtar juga pernah disebutkan dalam hadits nabi terkait dengan amalan yang tidak diawali bismillah, maka akan terputus dari keberkahan.
 Jadilah pengikut setia nabi saw niscaya kita tidak akan merugi dan terputus amal kebaikan kita.