Cari Blog Ini

Jumat, 17 Desember 2010

tafsir surat al aadiyat

Surah Al-'Adiyat terdiri atas 11 ayat dan tergolong saurah makkiyah, surat ini berada dalam urutan 100 dari urutan surat dalam Al-Qur’an, dan diturunkan setelah surat Al-’asr.
Nama Al 'Aadiyat diambil dari kata Al 'Aadiyaat yang artinya berlari kencang yang terdapat pada ayat pertama surat ini.
Surat ini menjelaskan tentang qasam yang dilakukan Allah untuk menegaskan pentingnya perkara yang disebutkan (1-7)
Cerita tentang tabiat manusia yang terpedaya oleh dunia dan cinta kepadanya (8)
Motivasi manusia untuk senentiasa berbuat baik sehingga dirinya siap untuk kembali kepada Allah dan menerima balasan yang baik pula.. Bahwa setiap manusia akan dibangkitkan dari kubur dan di kala isi dada mereka ditampakkan (9-11).
Hubungan Surat Al-’Adiyat dengan surat sebelumnya: Bahwa surat ini Allah SWT mencela mereka orang-orang yang telah mencintai kehidupan dunia dan mengabaikan kehidupan akhirat dan tidak mempersiapkan diri mereka untuk kehidupan akhirat itu dengan amal kebajikan sementara surat sebelumnya bercerita tentang balasan atas perbuatan yang baik dan yang buruk.
Hubungan Surat Al-’Adiyat dengan surat setelahnya: Bahwa pada surat ini menerangkan tentang kejadian bahwa manusia akan dibangkit dari kuburnya, sementara pada surat Al-Qari’ah menjelaskan tentang hari kiamat yang merupakan aplikasi dari hari berbangkit.. Sebagaimana pada akhir surat dijelaskan bahwa segala tingkah laku manusia akan diceritakan oleh Allah dan pada surat setelahnya Allah memberikan balasan bagi masing-masing perbuatan tersebut.

وَالْعَادِيَاتِ ضَبْحًا
1. Demi [kuda] yang berlari kencang dengan terengah-engah
Al-'Adiyat berasal dari kata kerja 'ada yang berarti 'berlari, berderap, lari cepat-cepat atau berlomba cepat'. Dhabhan berarti 'dengusan, suara terengah-engah atau megap-megap karena berlari terlalu cepat'. Kuda-kuda berlari kencang seolah-olah menyerbu musuh. Hal ini bisa juga berkenaan dengan serbuan kekuatan musuh terhadap kaum muslim atau, kalau tidak, serbuan kekuatan iman. Sebagian orang saleh menganggap ayat ini berkenaan dengan serangan nafs pada saat berada di alam zikir yang tinggi.

Ayat pertama ini menjelaskan akan keistimewaan kuda itu dalam penyerbuan mengejar musuh yang hebat dahsyat itu kelihatanlah bagaimana pentingnya kendaraan atau angkatan berkuda (Cavalerie).
Kuda-kuda itu dipacu dengan penuh semangat oleh yang mengendarainya, sehingga dia berlari kencang sampai mendua, artinya sudah sama derap kedua kaki muka dan kedua kaki belakang, bukan lagi menderap. Sehingga berpadulah semangat yang mengendarai dengan semangat kuda itu sendiri; kedengaran dari sangat kencang dan jauh larinya, nafasnya jadi terengah, namun dia tidak menyatakan payah, bahkan masih mau dihalau lagi.

Pada ayat pertama ini juga mengandung al-qasam (sumpah) Allah pada salah satu makhluknya yaitu seekor kuda.
Di dalam Al-Qur’an ada kata yang mengandung arti sumpah yang disebut Qasam.
Qasam (sumpah) dalam perkataan termasuk salah satu cara memperkuat ungkapan kalimat yang diiringi dengan bukti nyata, sehingga lawan dapat mengakui apa yang semula diingkarinya.
Qasam merupakan salah satu penguat perkataan yang masyhur untuk memantapkan dan memperkuat kebenaran sesuatu di dalam jiwa.
Qasam digunakan dalam kalamullah untuk menghilangkan keraguan, melenyapkan kesalahpahaman, membangun argumentasi, menguatkan khabar dan menetapkan hukum dengan cara paling sempurna.

Aqsam adalah bentuk jamak dari qasam yang berarti al-hilf dan al-yamin, yakni sumpah. Shighat asli qasam ialah fi’il atau kata kerja “aqsama” atau “ahlafa” yang di muta’addi (transitif) kan dengan “ba” menjadi muqsam bih (sesuatu yang digunakan untuk bersumpah) kemudian muqsam alaih, yang dinamakan dengan jawab Qasam. Misalnya firman Allah dalam: “Mereka bersumpah dengan nama Allah, dengan sumpah yang sungguh-sungguh, bahwasanya Allah tidak akan membangkitkan orang yang mati” (An-Nahl:38) 

Ada tiga unsur dalam shighat qasam (sumpah) fi’il yang ditransitifkan dengan “ba” muqsam bih dan muqsam alaih. Oleh karena qasam itu sering dipergunakan dalam percakapan maka ia ringkas, yaitu fi’il qasam dihilangkan dan dicukupkan dengan “ba” kemudian “ba” pun diganti dengan “wawu” pada isim zhahir, seperti: “Demi malam, bila menutupi (cahaya siang),”(Al-Lail:1) Dan diganti dengan “ta” pada lafazh jalalah, misalnya: “Demi Allah, sesungguhnya aku akan melakukan tipu daya terhadap berhala-berhalamu,” (Q.S. Al-Anbiya’:57) Namun qasam dengan “ta” ini jarang dipergunakan, sedang yang banyak digunakan ialah “wawu”. 

Qasam dan yamin mempunyai makna yang sama. Qasam didefenisikan sebagai “mengikat jiwa (hati) agar tidak melakukan atau melakukan sesuatu, dengan suatu makna yang dipandang besar, agung, baik secara hakiki maupun secara I’tiqadi, oleh orang yang bersumpah itu, sumpah dinamakan juga dengan yamin (tangan kanan), karena orang Arab ketika sedang bersumpah memegang tangan kanan orang yang diajak bersumpah.

Bahasa Arab mempunyai keistimewaan tersendiri berupa kelembutan ungkapan dan beraneka ragam uslubnya sesuai dengan berbagai tujuannya.
Qasam merupakan salah satu penguat perkataan yang masyhur untuk memantapkan dan memperkuat kebenaran sesuatu di dalam jiwa. Al-Qur’an Al-Karim diturunkan untuk seluruh manusia dan manusia mempunyai sikap yang bermacam-macam terhadapnya. Diantaranya ada yang meragukan, ada yang mengingkari dan adapula yang amat memusuhi, karena itu dipakailah Qasam dalam kalamullah guna menghilangkan keraguan, melenyapkan kesalahpahaman, membangun argumentasi, menguatkan khabar dan menetapkan hukum dengan cara paling sempurna. 

Qasam ada yang nampak jelas, tegas dan adakalanya tidak jelas (tersirat) 1) Zhahir, ialah sumpah yang didalamnya disebutkan Fi’il qasam dan muqsam bih dan diantaranya ada yang dihilangkan fi’il qasamnya, sebagaimana pada umumnya, karena dicukupkan dengan huruf berupa “ba”, “wawu” dan “ta”.  Dan ada juga yang didahului “la nafy”, seperti: “Tidak sekali-sekali, aku bersumpah dengan hari kiamat. Dan tidak sekali-kali aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali (dirinya sendiri). (Al-Qiyamah: 1-2) 2) Mudhmar, yaitu yang didalamnya tidak dijelaskan fi’il qasam dan tidak pula muqsam bih, tetapi ia ditunjukkan oleh “lam taukid” yang masuk kedalam jawab qasam.

Dengan demikian.. Ayat 1 sampai ayat 5 surat al-adiyat Allah bersumpah untuk meyakinkan manusia tentang hakikat kerugian besar yang pasti akan dialami oleh mereka yang ingkar dan tidak mensyukuri nikmat Allah.
Allah berhak bersumpah dengan apa saja dari salah satu makhluk-Nya, namun manusia tidak boleh bersumpah dengan dengan nama Allah SWT.

فَالْمُورِيَاتِ قَدْحًا
2. Dan yang memercikkan bunga api
Ini gambaran lain tentang serbuan. Sambaran percikan api bisa jadi merupakan rabuk nafs yang mengering ketika percikan 'irfan (pengetahuan langsung) menyalakannya.
Lagi-lagi hal itu menunjukkan daya, kekuatan dan petunjuk. Kita dapat merasakan dalam ayat ini suatu situasi perjuangan dan pertempuran, bentrokan antara dua kekuatan yang berlawanan, konfrontasi antara iman (kepercayaan, keyakinan) dan kufur (penyangkalan realitas).

فَالْمُغِيرَاتِ صُبْحًا
3. Dan yang menyerang tiba-tiba di waktu pagi
Kata shubh, yang berarti 'fajar, pagi', di sini berarti membuka wilayah musuh, membuka kegelapan dengan cahaya pagi, membuka kegelapan batin kita dengan cahaya Allah.

فَأَثَرْنَ بِهِ نَقْعًا
4. Lalu menerbangkan debu
Para penyerang—yang menimbulkan percikan-percikan—mengaduk-aduk debu yang sudah ada, karena debu adalah adim (lapisan kerak bumi) yang pertama, yang paling rendah, dan asal penciptaan Adam. Penyucian jiwa mirip dengan peluruhan debu dari tubuh, yakni, transendensi tubuh di dunia ini dan di dunia akan datang.

فَوَسَطْنَ بِهِ جَمْعًا
5. Lalu kuda-kuda itu menyerbu ke tengah kerumunan musuh
Tiba-tiba para penyerang ini mendapati dirinya di tengah-tengah musuh, di tengah kerumunan. Seseorang bisa tiba-tiba berada di tengah wahm (ilusi)-nya sendiri, bisikan hati dan nafs-nya. Ia bisa tiba-tiba mendapati dirinya berada di tengah kerumunan orang-orang yang dianggapnya kufur. Tiba-tiba dunia subyektifnya runtuh tanpa ada peringatan lebih dahulu.

Dinamisme dari apa yang digambarkan dalam ayat-ayat pertama ini merupakan sesuatu yang dapat kita semua saksikan. Gambaran tersebut melukiskan serangan bersemangat yang memiliki suatu tujuan, suatu misi, di mana unsur-unsur pokok muncul, yakni percikan api dan debu, kemudian pergerakan ke tengah-tengah, dan pelepasan napas yang penghabisan, karena terengah-engah dan sesak napas, yang diakibatkan oleh semangat. Tiba-tiba kita diberikan suatu pandangan kaleidoskopis (yang berubah-ubah dengan cepat) tentang apa yang dapat kita saksikan dari berbagai peristiwa luar di dalam hati kita. Panorama dari berbagai peristiwa dan perbuatan di dunia lahir merupakan cermin dari apa yang berlangsung dalam batin..
Lalu tiba-tiba kita sampai pada alam manusia, sifat dasamya yang dapat dilihat dan tidak dapat dilihat yang dapat kita selidiki, perhatikan, dan renungkan agar kita dapat melampaui apa yang terdekat kepada kita, yakni, di luar kecenderungan-kecenderungan kita yang alamiah dan rendah.