Cari Blog Ini

Sabtu, 06 Agustus 2011

TAFSIR SURAT Al-kautsar
 Surat ini terdiri dari 3 ayat, merupakan surat yang terpendek dalam Al Qur`an.
 Surat ini diturunkan di Makkah dan merupakan surat ke-14 dalam turunnya wahyu serta surat ke-108 dalam urutan mushaf.
 Al-Kautsar menurut arti kata berasal dari akar kata yang sama dengan ‘Katsir’ yang berarti ’Banyak’. Jadi Al-Kautsar berarti sesuatu nikmat yang banyak.
 Hubungan surat Al-Kautsar dengan surat sebelumnya:
Dalam surat Al-Ma’un dikemukakan sifat-sifat manusia yang buruk, sedang dalam surat Al-Kautsar ditunjukkan sifat-sifat yang mulia, yang diperintahkan mengerjakannya.
 Hubungan surat Al-Kautsar dengan surat sesudahnya:
Dalam surat ini Allah memerintahkan agar mempersembahkan diri kepada Allah, sedang dalam surat sesudahnya (Al-Kafirun) perintah tersebut ditekankan lagi.
Asbabul Nuzul
 Bahwa orang-orang musyrik Mekkah dan orang-orang munafik Madinah mencela dan mengejek Nabi Saw. dengan beberapa hal.
 Pertama, orang-orang yang mengikuti beliau adalah orang-orang dhu‘afa, sementara orang-orang yang tidak mengikutinya adalah para pembesar dan pejabat. Andaikan agama yang dibawakan itu benar, tentu pembela-pembelanya itu ada dari kelompok orang pandai yang memiliki kedudukan di antara rekan-rekannya.
 Sikap para pembesar seperti itu terjadi pada Rasululllah Saw. para pembesar telah menentang beliau karena kedengkian mereka kepada Rasul dan para pengikutnya yang ber-kedudukan rendah. Kedua; ketika mereka melihat putra-putra Rasulullah meninggal, mereka pun berkata: “Terputuslah keturunan Muhammad, dan dia menjadi abtar.” Mereka mengira wafatnya putra-putra Rasul itu sebagai aib, sehingga mereka mencela beliau dengan hal itu, dan berusaha memalingkan manusia dari mengikutinya. Apabila mereka melihat syiddah (kesulitan) yang turun kepada orang-orang Mukmin, mereka senang dan menunggu kekuasaan itu bergeser kepada mereka. Mereka berharap kekuasaan itu hilang dari kaum Muslim, sehingga kedudukan mereka yang sempat digoncang-kan oleh agama baru itu kembali lagi kepada mereka.
 Atas dasar itu, surat Al-Kautsar ini turun untuk menegaskan kepada Rasul Saw. bahwa apa yang diharapkan oleh orang-orang kafir itu merupakan harapan yang tidak ada kebenarannya; untuk menggoncangkan jiwa orang-orang yang tidak mau menyerah dalam pendiriannya, yang tidak lembut tiang-tiangnya, orang-orang yang berkepala batu; untuk menolak tipuan orang-orang musyrik dengan sebenar-benarnya; dan untuk mengajarkan kepada mereka bahwa Rasul akan ditolong, sementara pengikut-pengikut-nya akan memperoleh kemenangan.
 KANDUNGAN SURAT
 Isinya mengandung ungkapan-ungkapan yang indah lagi mengagumkan, membuat yang membacanya berdecak kagum. Makna-makna kalimatnya yang kuat dan istimewa menunjukkan menjadi bagian mukjizat Ilahi.
 Adapun secara umum kandungan singkat surat ini adalah
 Menegaskan bahwa Allah SWT telah menganugerahakn kepada nabi saw dan umatnya Al-kautsar yaitu kenabian, agama yang benar, petunjuk dan apa yang ada di dalamnya tentang kebahagiaan di dunia dan akhirat.
 Perintah menunaikan shalat dan berkurban sebagai sarana ungkapan syukur kepada Allah atas segala nikmat yang telah dianugerahkan.
 Bantahan atas tuduhan orang-orang musyrik Quraisy atas nabi saw bahwa beliau adalah Al-Abtar. Yaitu orang yang namanya tidak berlanjut dan jejaknya tidak kekal. 24
 Dalam tafsir lain disebutkan bahwa kandungan surat adalah sebagai berikut
 Bahwa Allah telah memberikan kepada nabi Muhammad sungai yang besar di surga yang dinamakan AL-KAUTSAR. Ia adalah telaga yang panjangnya perjalanan satu bulan dan lebarnya juga perjalanan satu bulan. Airnya lebih putih dari susu dan lebih manis dari madu. Bejanannya sbanyak dan semengkilap bintang-bintang di langit. Baunya lebih harum dari minyak kasturi. Siapa yang meminum seteguk darinya, maka dia tidak akan merasa haus selamanya. Dan sungai ini adalah bagian dari nikmat yang banyak, yang diberikan Allah kepadanya.
 Setelah menyebutkan nikmat-Nya yang diberikan kepada nabi-Nya, Allah SWT memerintahkannya untuk mensyukuri nikmat itu dengan menjadikan shalat dan sembelihannya hanya untuk Allah SWT, tidak seperti orang-orang musyrik yang bersujud dan menyembelih (binatang) untuk selain Allah, seperti patung, para wali dan lain sebagainya.
 Kemudian Allah SWT memberitahukan kepada nabi saw bahwa sesungguhnya orang yang membenci dan mencelanya itulah yang terputus dari semua kebaikan, terputus amal dan nama baiknya. Sedangkan nabi Muhammad SAW, maka dialah yang benar-benar sempurna, yang memiliki kesempurnaan yang mungkin dicapai oleh makhluk. Karena Allah telah mengangkat derajat dan namanya dan memperbanyak pengikutnya sampai hari Kiamat.
 نَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ
 Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu Al-Kautsar.
 Surat ini dimulai dengan kata “Inna/Sesungguhnya” yang menunjukkan bahwa berita yang akan diungkapkan selanjutnya adalah sebuah berita besar yang boleh jadi lawan bicara atau pendengarnya meragukan kebenarannya.
 Ayat pertama ini menunjukkan keluasan karunia tanpa batas, dan kenikmatan yang besar lagi melimpah.
 Seperti firman-Nya
 وَلَسَوْفَ يُعْطِيكَ رَبُّكَ فَتَرْضَى
“Dan kelak pasti Rabb-mu memberikan karuniaNya kepadamu, lalu (hati) kamu menjadi puas”. (Adh Dhuha:5)
 Karunia yang besar ini berasal dari Dzat Pemberi karunia Yang Besar, kaya, lagi luas anugerahnya. Oleh karena itu, kata ganti pertama (mutakallim) dalam ayat ini, bentuknya dijama`kan, menjadi innaa (إِنَّآ) yang menandakan keagungan Sang Rabb, Dzat Yang Maha Pemberi.
 Karunia ini ini utuh dan berkesinambungan sebab kalimat pada ayat ini diawali dengan kata inna yang menunjukkan penegasan dan realisasi kandungan berita layaknya fungsi sumpah.
 Demikian juga, Allah menggunakan fi'il madhi (kata kerja lampau) dalam kalimat ini, yang bertujuan sebagai penekanan kejadian peristiwa. Sebab obyek yang sifatnya harapan yang berasal dari Dzat Yang Maha Mulia, terhitung sebagai perkara yang pasti terjadi.
 Kata Al-Kautsar berbentuk wazan fau'al seperti kata naufal. Bangsa Arab menamakan segala sesuatu yang melimpah baik kuantitasnya, atau besar kedudukan dan urgensinya dengan nama kautsar.
 Para ulama tafsir berselisih pendapat dalam menafsikan Al Kautsar yang diberikan kepada Nabi Saw. Pendapat mereka terangkum dalam keterangan berikut ini :
 Sungai di surga.
 Telaga Nabi di Mahsyar.
 Kenabian dan kitab suci.
 Al Qur`an.
 Islam.
 Kemudahan memahami Al Qur`an dan aturan syariat.
 Banyaknya sahabat, ummat dan kelompok-kelompok pembela.
 Pengutamaan Nabi diatas orang lain
 Meninggikan sebutan Nabi saw
 Sebuah cahaya dihatimu mengantarkanmu kepada-Ku, dan menghalangimu dari selain-Ku
 Syafaat.
 Mukjizat-mukjizat Allah yang menjadi sebab orang-orang meraih hidayah melalui dakwahmu.
 Tidak ada yang berhak diibadahi kecuali Allah, Muhammad adalah utusan Allah.
 Memahami agama.
 Shalat lima waktu.
 Perkara yang agung.
 Kebaikan yang merata yang Allah berikan kepada Beliau.
 Al Wahidi berkata,”Kebanyakan ahli tafsir berpendapat, bahwa Al Kautsar adalah sungai di surga.”
 Panutan para ulama tafsir, Ibnu Jarir At Thabari berkata: “Pendapat yang paling utama menurutku adalah pendapat orang yang mengatakan Al Kautsar adalah nama sungai di surga yang dianugerahkan Rasulullah di surga kelak. Allah menyebutkan ciri khasnya dengan sifat katsrah (melimpah ruah) sebagai pertanda ketinggian kedudukannya. Kami mengatakan itu sebagai tafsiran yang paling utama lantaran banyaknya riwayat dari Rasulullah yang menjelaskannya“
 Al Qurtubi berkata , ”Penjelasan yang paling benar adalah perkataan yang pertama dan kedua, karena kedua perkataan tersebut ditetapkan oleh Nabi dalam sebuah nas tentang Al Kautsar.”
 Asy Syaukani mengatakan,”Tafsir ini dari Ibnu Abbas, pandangannya bertumpu pada maknanya secara bahasa. Akan tetapi Rasulullah telah menafsirkannya sebagai sungai di surga dalam haditsnya yang shahih".
 Syaikh Salim berkata: Keterangan-keterangan yang dikemukakan oleh mayoritas ulama tafsir merupakan kebenaran yang nyata, karena beberapa perkara berikut ini:
 Pertama : Telah diriwayatkan dari Rasulullah , bahwasanya Beliau menafsirkan Al Kautsar sebagai sungai di surga dalam beberapa hadits. Diantaranya.
 عَنْ أَنَسٍ قَالَ بَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ بَيْنَ أَظْهُرِنَا إِذْ أَغْفَى إِغْفَاءَةً ثُمَّ رَفَعَ رَأْسَهُ مُتَبَسِّمًا فَقُلْنَا مَا أَضْحَكَكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ أُنْزِلَتْ عَلَيَّ آنِفًا سُورَةٌ فَقَرَأَ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ ثُمَّ قَالَ أَتَدْرُونَ مَا الْكَوْثَرُ فَقُلْنَا اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ قَالَ فَإِنَّهُ نَهْرٌ وَعَدَنِيهِ رَبِّي عَزَّ وَجَلَّ عَلَيْهِ خَيْرٌ كَثِيرٌ هُوَ حَوْضٌ تَرِدُ عَلَيْهِ أُمَّتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ آنِيَتُهُ عَدَدُ النُّجُومِ

Dari Anas, dia berkata: Pada suatu hari ketika Rasulullah berada di tengah kami, Beliau mengantuk sekejap. Kemudian Beliau mengangkat kepalanya dengan senyum. Maka kami bertanya: “Apa yang membuatmu tertawa, wahai Rasulullah?” Rasulullah menjawab,”Baru saja turun kepadaku sebuah surat,” maka Beliau membaca surat Al Kautsar. Kemudian Rasulullah bersabda,”Apakah kalian tahu apakah Al Kautsar itu?” Maka kami berkata,”Allah dan RasulNya lebih mengetahui.” Rasulullah bersabda,”Al Kautsar adalah sungai yang dijanjikan Rabbku Azza wa Jalla untukku. Disana terdapat kebaikan yang banyak. Ia adalah telaga yang akan didatangi umatku pada hari Kiamat. Jumlah bejananya sebanyak bintang-bintang...."
 Kedua. Keterangan-keterangan yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas tidak bertentangan dengan nash hadits yang shahih.
 عن أَبِي بِشْرٍ عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّهُ قَالَ فِي الْكَوْثَرِ هُوَ الْخَيْرُ الَّذِي أَعْطَاهُ اللَّهُ إِيَّاهُ قَالَ أَبُو بِشْرٍ قُلْتُ لِسَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ فَإِنَّ النَّاسَ يَزْعُمُونَ أَنَّهُ نَهَرٌ فِي الْجَنَّةِ فَقَالَ سَعِيدٌ النَّهَرُ الَّذِي فِي الْجَنَّةِ مِنْ الْخَيْرِ الَّذِي أَعْطَاهُ اللَّهُ إِيَّاهُ
 Dari Abi Basyar dari Said bin Jubair dari Ibnu Abbas, sesungguhnya dia berkata tentang Al Kautsar. Ia adalah limpahan kebaikan yang Allah berikan kepada Rasulullah. Abu Bisyr berkata kepada Said bin Jubair ‘Sesungguhnya orang-orang menyangkanya sungai di surga’. Maka Said berkata,”Sungai di surga merupakan bagian dari kebaikan yang Allah berikan kepada Rasulullah"
 Ibnu Athiyah menyatakan : "Alangkah indahnya pernyataan yang dikemukakan oleh Ibnu Abbas dan alangkah baiknya penyempurnaan keterangan dari Ibnu Jubair. Masalah tentang sungai (di surga) telah ditetapkan dalam hadits Isra (mi'raj) dan hadits lainnya. Semoga Allah senantiasa mencurahkan shalawatNya kepada Muhammad dan semoga Allah memberikan manfaat kepada kita semua dengan hidayahNya.”
 Ibnu Katsir menjelaskan : “Penafsirannya bisa dengan sungai dan selainnya. Karena Al-Kautsar berasal dari kata Al Katsrah, yaitu kebaikan yang melimpah ruah. diantaranya adalah berbentuk sungai tersebut... Telah diriwayatkan dalam riwayat yang shahih dari Ibnu Abbas, bahwasanya dia menafsirkannya dengan makna sungai juga.
 Ibnu Jarir berkata : “Abu Kuraib telah menceritakan kepada kami (ia berkata), Umar bin Ubaid telah menceritakan kepada kami dari Atha`dari Said bin Jubair dari Ibnu Abba, ia berkata:"Al-Kautsar adalah sungai di surga. Kedua tepi sungai tersebut adalah emas dan perak, mengalir di atas yaqut (sejenis batu mulia) dan mutiara, airnya putih berasal dari salju dan lebih manis daripada madu.”
 Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata: "Jadi, kutipan Said bin Jubair terhadap perkataan Ibnu Abbas yang berbunyai "(Al-Kautsar) itu adalah kebaikan yang melimpah ruah". tidak bertentangan dengan pernyataan lainnya yang menafsirinya sebagai sungai di surga. Karena sungai merupakan bagian dari kebaikan yang banyak. Mungkin saja Sa'id ingin menunjukkan bahwa tafsir Ibnu Abbas lebih utama karena bersifat umum. Akan tetapi telah ditetapkan pengkhususannya dengan sungai dari keteranan Nab, maka tidak ada pilihan untuk mengesampingkannya".
 Jadi apa makna Al-kautsar…Al-Kautsar adalah sungai di surga dan airnya akan dialirkan keadalam telaga.
 Sebagaimana diriwayatkan dalam hadits Abu Dzar, ia berkata, "Wahai Rasulullah, apa bejananya al-ahaudh (telaga)?" Rasulullah menjawab: " Demi dzat yang jiwa Muhammad ada di tanganNya, sungguh bejananya lebih banyak dari jumlah bintang-bintang dan planet-planet yang ada di langit di malam malam gelap gulita tanpa awan. Bejana-bejana dari surga. Barangsiapa yang minum darinya, maka tidak akan merasa haus selamanya. Ada dua talang dari surga yan menjulur ke dalamnya. barangsiapa yang minum darinya, tidak akan merasa haus selamanya. Lebar sungai tersebut sama dengan panjangnya, kira-kira sejauh antara Amman dan Aila`. Airnya lebih putih dari susu dan lebih manis dari madu".
 WAJIBNYA BERIMAN KEDAPA TELAGA NABI
 Al-Qurtubi berkata dalam Al-Mufhim: "Di antara perkara-perkara yang diwajibkan atas setiap muslim mukallaf untuk mengetahuinya dan membenarkannya adalah:
 Bahwasanya Allah telah menganugerahkan karunia buat Nabi Muhammad secara khusus berupa Al-Kautsar, yaitu haudh (telaga) yang telah dijelaskan nama, sifat, minuman dan bejananya dalam banyak hadits yang shahih dan masyhur. Sehingga membekaskan pengetahuan yang pasti dan keyakinan yang bulat. Sebab, telah diriwayatkan dari Nabi melalui lebih dari tiga puluh sahabat-sahabat, riwayat dua puluh orang diantara mereka tercantum dalam Shahihain dan riwayat lain terdapay dalam selain dua kitab tersebut, dengan jalur periwayatan yang shahih dan riwayat yang masyhur“
 Qadli Iyadh berkata: "Hadits-hadits tentang telaga adalah shahih, beriman kepadanya merupakan suatu kewajiban, dan membenarkannya merupakan bagian dari iman. Menurut Ahlus Sunnah wal Jamaah maknanya adalah seperti makna zhahirnya, tidak perlu ditakwilkan atau diperdebatkan lagi.
 Tafsir Ayat 2
 فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
 Maka salatlah kamu untuk Tuhanmu, dan berkurbanlah.
 Setelah menyebutkan nikmat-Nyya yang diberikan kepada nabi-Nya, Muhammad SAW, Dia SWT memerintahkannya untuk mensyukuri nikmat itu dengan menjadikan shalat dan sembelihannya hanya untuk Allah SWT, tidak seperti orang-orang musyrik yang bersujud dan menyembelih (binatang) untuk selain Allah, seperti patung, para wali dan lain sebagainya.
 Dalam ayat ini Allah memerintahkan Nabi-Nya agar mengerjakan salat dan menyembelih hewan kurban karena Allah semata, karena Dia sajalah yang mendidiknya dan melimpahkan karunia-Nya.
 Dalam ayat lain yang sama maksudnya Allah berfirman:
 قل إن صلاتي ونسكي ومحياي ومماتي لله رب العالمين لا شريك له وبذلك أمرت وأنا أول المسلمين
 “Katakanlah: "Sesungguhnya salatku, ibadatku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah. Tuhan semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)". (Al An'am:162-163)
 Dua macam ibadah ini secara khusus disebut karena keduanya merupakan ibadah yang paling utama dan yang paling mulia.
 Shalat mengandung ketundukan kepada Allah SWT, di hati dan di anggota badan.
 Sedangkan menyembelih adalah bentuk pendekatan diri kepada Allah dengan harta berharga yang dimiliki manusia, yaitu onta, sapi dan kambing. Padahal jiwa manusia itu secara kodrati amat mencintai harta.
 Kata nahr, memiliki beberapa makna:
 Dalam bahasa Arab, salah satu arti kata nahr adalah berkurban. Arti yang lain adalah bagian dada sebelah atas.
 Sebagian mufassir menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan nahr ialah mengangkat tangan lurus dengan bahu sebelah atas. Sehingga, kata mereka, maknanya adalah, “Salatlah kepada Tuhanmu, ucapkan kebesaran nama Tuhanmu sambil meng-angkat tangan selurus bahu.”
 Pendapat ini didasarkan kepada hadis yang diriwayatkan oleh Abi Hatim, Al-Hakim, Ibn Mardawaih, dan Al-Baihaqi, dalam Sunannya, dari Ali bin Abi Thalib, ia berkata: “Ketika surat ini diturunkan kepada Nabi Saw., beliau bertanya kepada Jibril: ‘Apa yang dimaksud dengan nahr yang diperintahkan oleh Allah di sini?’ Jibril berkata: ‘Yang dimaksud di sini bukan berkurban. Maksud kata ini adalah memerintahkanmu untuk mengangkat tangan saat menghormat dalam salat, saat takbir, ruku, dan mengangkat kepala dari ruku. Sebab, itulah salat kami dan salat malaikat yang berada di langit yang tujuh. Segala sesuatu itu memiliki perhiasan-nya. Dan perhiasan salat adalah mengangkat tangan pada setiap takbir.’”
 إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ
 Sesungguhnya pembenci-mu itulah yang akan binasa.
 Sesudah Allah menghibur dan menggembirakan Rasul-Nya serta memerintahkan supaya mensyukuri anugerah-anugerah-Nya dan sebagai kesempurnaan nikmat-Nya, maka Allah menjadikan musuh-musuh Nabi itu hina dan tidak percaya. Siapa saja yang membenci dan mencaci Nabi akan hilang pengaruhnya dan tidak ada kebahagiaan baginya di dunia dan di akhirat.
Adapun Nabi dan pengikut-pengikutnya sebutan dan basil perjuangannya akan tetap jaya sampai Hari Kiamat.
 Orang-orang yang mencaci Nabi, bukanlah mereka tidak senang kepada pribadi Nabi, tetapi yang mereka benci dan tidak senang adalah petunjuk dan hikmah yang dibawa beliau, karena beliau mencela kebodohan mereka dan mencaci berhala-berhala yang mereka sembah serta mengajak mereka untuk meninggalkan penyembahan berhala-berhala itu.
 Sungguh Allah telah menepati janji-Nya dengan menghinakan dan menjatuhkan martabat orang-orang yang mencaci Nabi, sehingga nama mereka hanya diingat ketika membicarakan orang-orang jahat dan kejahatannya. Adapun kedudukan Nabi SAW. dan orang-orang yang menerima petunjuk beliau serta nama harum mereka diangkat setinggi-tingginya oleh Allah sepanjang masa.
 Al-Abtar. Menurut asal katanya, al¬abtar adalah binatang yang terpotong ekornya. Adapun yang dimaksud al-abtar di sini ialah orang yang namanya tidak berlanjut dan jejaknya tidak kekal. Pengumpamaan kekalnya sebutan yang baik dan berlanjutnya jejak yang indah dengan ekor binatang karena ekor binatang itu mengikuti binatangnya dan menjadi perhiasan baginya. Sehingga, orang yang tidak memiliki sebutan yang kekal dan jejak indah yang berlanjut diibaratkan sebagai orang yang ekornya terlepas atau terputus.
 Al-Hasan berkata: “Orang-orang musyrik disebut abtar karena tujuan mereka terputus sebelum mereka mencapainya. Sejahterakanlah Nabi-Mu, wahai Tuhan kami, yang telah Engkau tinggi-kan namanya; telah Engkau rendahkan para pembencinya, dengan shalawat yang kekal, sekekal zaman.”
 Al- Maraghi menyebutkan ada beberapa hal, yaitu:
 1. Dulu, pengikut-pengikut Rasul Saw. yang pertama adalah kelompok dhu‘afa, fuqara dan orang miskin. Kebanyakan mereka bodoh-bodoh sehingga diejek dengan sebutan sufahâ’, orang-orang bodoh, walaupun kemudian Allah menegaskan, alâ innahum hum al-sufahâ’, mereka (para pembesar) itulah yang bodoh. Mereka (para pembesar) itu meng-anggap bahwa kalau agama yang dibawa oleh Muhammad itu benar, tentu pengikutnya adalah orang-orang pandai, orang-orang besar, dan orang-orang yang mengerti. Tetapi, mengapa para pengikutnya justru orang-orang bodoh? Karena itulah mereka menganggap bahwa agama itu akan cepat abtar, akan cepat lenyap, cepat terputus.
 2. Diriwayatkan bahwa Rasulullah Saw. mempunyai beberapa orang putra. Putra tertua bernama Al-Qasim. Kemudian Zainab, Abdullah, Ummu Kultsum, Ruqayyah, dan Fathimah. Al-Qasim meninggal. Setelah ia meninggal, Abdullah pun meninggal. Maka, berkatalah Al-‘Ashi bin Wail Al-Sahmi, salah seorang pembesar Quraisy: “Sudah terputus keturunan Muhammad; ia menjadiabtar, orang yang terputus keturunannya.” Sebab itulah Allah menurunkan ayat, Inna syâni’aka huwa al-abtar (Sesunguhnya pembencimulah yang akan binasa). Itulah pula sebabnya sebagian ulama men-jelaskan bahwa yang dimaksud al¬kautsar dalam surat ini adalah keturunan Rasulullah Saw., yakni janji Allah bahwa keturunan Muhammad tidak akan terputus, melainkan beranak pinak dalam jumlah yang banyak. Dahulu, orang Arab menyebut seorang anak dengan nama bapaknya. Jadi, jika seseorang tidak mem-punyai anak, maka namanya tidak akan disebut-sebut orang. Dan ternyata, nama Rasulullah terus berlanjut dengan kenangan yang baik, hingga sekarang.
 3. Merupakan sunnah para nabi bahwa para pengikutnya pada umumnya berasal dari kelompok dhu‘afa, dan bahwa para nabi dan pengikutnya selalu memilih bergaul dengan kelompok dhu‘afa. Dalam Al-Qur’an, yang dimaksud dhu‘afa bukan saja lemah dalam arti materi, tapi juga ilmu. Tapi, titik beratnya adalah dhu‘afa dari segi materi. Orang yang lemah dari sisi kekayaan, biasanya lemah juga dari sisi ilmu pengetahuan, kehidupan politik, dan kehidupan sosial. Dhu‘afa adalah kelompok lemah, orang-orang kecil. Al-Quran memiliki istilah lain, mustadh‘afîn, yakni orang-orang yang ditindas, dilemahkan.
 Inti Sari surat
 Surat menunjukkan dengan jelas tentang keistimewaan pemberian Al-Kautsar kepada Nabi kita. Beliaulah yang mempunyai maqam mahmud dan al-haudh (telaga).
 Allah telah memberikan kepada Nabi saw pemberian yang banyak sekali yang jumlahnya tidak terhitung. Allah telah mengaruniai nabi saw berbagai karunia, yang tidak mungkin sampai pada hakikatnya. Apabila musuh-musuhnya menganggap enteng dan kecil terhadap karunia itu, maka itu disebabkan karena kerusakan pikiran dan lemahnya persepsi mereka.
 Jadikanlah shalat dan berkurban karena Allah SWT, sehingga niscaya diterima dan memberikan karunia berlipat ganda.
 Bahwa dua ibadah yang diperintahkan dalam ayat adalah sarana mewujudkan rasa yang mendalam kepada Allah berupa menjalin hubungan erat kepada Allah dan kasih sayang kepada sesama manusia.
 Dua macam ibadah (shalat dan berkurban) disebutkan secara khusus dalam surat ini, karena keduanya merupakan ibadah yang paling utama dan yang paling mulia. Shalat mengandung ketundukan kepada Allah SWT, di hati dan di anggota badan. Sedangkan menyembelih adalah bentuk pendekatan diri kepada Allah dengan harta berharga ang dimiliki manusia, yaitu onta, sapi dan kambing.
 Tidak ada kebaikan yang akan diterima oleh para penentang dakwah kecuali akan terputus semua amalnya dari kebaikan, sementara nabi Muhammad SAW, maka dialah yang benar-benar sempurna, yang memiliki kesempurnaan yang mungkin dicapai oleh makhluk. Karena Allah telah mengangkat derajat dan namanya dan memperbanyak pengikutnya sampai hari Kiamat.
 Kata abtar juga pernah disebutkan dalam hadits nabi terkait dengan amalan yang tidak diawali bismillah, maka akan terputus dari keberkahan.
 Jadilah pengikut setia nabi saw niscaya kita tidak akan merugi dan terputus amal kebaikan kita.


tafsir surat al kuraysi

TAFSIR SURAT QURAISY
 Surat ini terdiri atas 4 ayat, termasuk golongan surat-surat Makkiyyah dan diturunkan sesudah surat At Tiin.
 Nama Quraisy diambil dari kata Quraisy yang terdapat pada ayat pertama, artinya kaum Quraisy. Kaum Quraisy adalah kaum yang mendapat kehormatan untuk memelihara Ka’bah.
 Ada beberapa riwayat yang mengatakan bahwa di antara Surat Al-Fiil (Surat 105) dengan Surat Quraisy 106 ini pada hakikatnya adalah satu. Mereka mengatakan bahwa pasukan gajah itu dibinasakan oleh Allah sampai hancur berantakan adalah karena Allah tidak hanya hendak melindungi kaum Quraisy belaka, namun sebagai miliknya, Allah memelihara Ka’bah-Nya.
 Sementara itu Imam Ibnu Katsir berkata: Surat ini terpisah dari surat sebelumnya dalam shuhuf imam, mereka menulis antara keduanya garis bismillaahirrahmaanirrahiim, meskipun ia bergantung pada surat sebelumnya
HUBUNGAN SURAT
 Hubungan surat Quraisy dengan surat sebelumnya:
Bahwa dalam surat Al-Fiil, Allah SWT menjelaskan kehancuran pasukan bergajah yang hendak merobohkan Ka’bah, sedangkan dalam surat Quraisy Allah memerintahkan kepada penduduk Mekah untuk menyembah Allah pemilik Ka’bah ini.
 Hubungan surat Quraisy dengan surat sebelumnya:
1. Dalam surat Quraisy, Allah menyatakan bahwa Dia membebaskan manusia dari kelaparan, maka dalam surat Al-Ma’un Allah mencela orang yang tidak menganjurkan dan tidak memberi makan orang miskin
2. Dalam surat Quraisy Allah memerintahkan menyembah-Nya maka dalam surat Al-Ma’un Allah mencela orang yang shalat dengan lalai dari-Nya.
KANDUNGAN SURAT
 Surat Quraisy diturunkan di Mekah isinya membicarakan tentang orang-orang Quraisy. Bangsa Quraisy dihormati karena banyak berasal dari keturunan para nabi, dan bahasa Arab yang terbaik adalah dari bahasa Arab bangsa Quraisy.
 Surat Quraisy berbicara tentang kebiasaan orang Quraisy yaitu berdagang untuk mencari nafkah. Berdagang adalah profesi yang disukai oleh nabi. Pada musim dingin mereka berdagang di negeri Yaman, dan pada musim panas mereka berdagang di negeri Syam. Dengan cara berdagang ini mereka menjadi berkecukupan, Allah juga menjaga mereka dari rasa ketakutan dan rasa tidak aman, untuk itulah Allah memerintahkan untuk bersyukur dengan cara beribadah kepada Allah saja, yaitu Sang pemilik Ka’bah.
 Pada surat ini kita diingatkan bahwa hasil usaha bukan semata-mata dari manusia, tetapi karena Allah yang memberi.
Tafsir ayat
لِإِيلَافِ قُرَيْشٍ
"Karena kebiasaan orang-orang Quraisy”
 Ibnu Jarir mengatakan: "Yang benar bahwa huruf lam tersebut adalah lam ta'ajjub (keheranan), seakan-akan mereka dibuat heran oleh kebiasaan kaum Quraisy dan juga nikmat Allah yang Dia berikan kepada mereka dalam hal tersebut."
 Lebih lanjut, Ibnu Jarir mengatakan: "Yang demikian itu karena adanya ijma' kaum muslimin yang menyatakan bahwa keduanya merupakan surat yang terpisah dan masing-masing berdiri sendiri.
 Kalau dalam terjemahan Depag, ayat pertama diartikan, "Karena kebiasan orang-orang Quraish". Hal ini tentunya sulit untuk dimengeri.
 Kata "Li" dapat diartikan "untuk". Sedangkan "Iilafi" dapat diartikan menundukkan atau mengatasi. Bukan dalam arti menundukkan pandangan, tapi mirip kalau kita melihat anak2 kita tunduk pada orang tuanya maka kita akan menjadi senang. Sehingga ayat pertama tersebut dapat diartikan, "Untuk menyenangkan bangsa Quraish".
 Namun terjemahan ini juga masih membingungkan. Sehingga kita perlu membuka tafsir surat sebelumnya (surat al-Fil).
 Dalam surat al-Fil diceritakan kota Mekkah yang diserang tentara Gajah yang dipimpin Abrahah. Akhirnya tentara Gajah dikalahkan oleh pasukan Ababil. Kemenangan ini membuat kota Mekkah menjadi aman kembali sehingga menyenangkan bangsa Quraish pada waktu itu.
 Dengan demikian terasa nyambung terjemahan ayat pertama al-Quraish tersebut. Karena hal ini, ada yang berpendapat al-Fil dan al-Quraish ini sebenarnya merupakan satu surat.
 إِيلَافِهِمْ رِحْلَةَ الشِّتَاء وَالصَّيْفِ
 "(Yaitu) kebiasaan mereka bepergian pada musim dingin dan musim panas.”
 Ayat ini hadir sebagai pengganti ayat pertama dan sekaligus sebagai penafsir baginya; bahwa kebiasaan suku Quraisy adalah melakukan rihlah (bepergian) untuk berdagang pada musim dingin dan musim panas.
 Kaum Quraisy pada umumnya adalah kaum saudagar perantara, yang negerinya (Makkah) terletak di tengah, di antara Utara yaitu Syam dan Selatan, yaitu Yaman.
 Sejak lama sebelum Islam mereka telah menghubungkan kedua negeri itu. Syam di Utara adalah pintu perniagaan yang akan melanjut sampai ke Laut Tengah dan ke negeri-negeri sebelah Barat. Yaman yang ibu kotanya sejak dahulu biasanya di Shan’aa di Selatan membuka pula jalan ke Timur sampai ke India, bahkan lebih jauh lagi sampai ke Tiongkok.
 Ibnu Zaid mengatakan bahwa orang Quraisy itu melakukan dua angkatan perjalanan atau kafilah (caravan). Di musim panas mereka pergi ke Syam dan musim dingin mereka pergi ke Yaman, keduanya untuk berniaga.
 Sejak zaman purbakala telah terentang jalan kafilah di antara: Makkah, Madinah dan Damaskus. Atau: Makkah, Hunain, Badar, Ma’an (Syirqil Urdun). Itu adalah jalan kafilah Utara. Jalan kafilah ke Selatan: Makkah, Thaif, ‘Ashr, Yaman (Shan’aa).
 Perjalanan itu dipelihara dan diperlindungi Allah. Dan lagi negeri Makkah itu berdiri Bait Allah (Rumah Allah) yang bernama Ka’bah, sehingga setiap musim haji orang dari luar pun berduyun-duyun ke sana mengikuti sunnah Nabi Ibrahim. Berkat adanya Rumah Allah di tengah kota Makkah itu, maka tidak putus-putusnya tiap tahun orang datang ke sana, Negeri mereka jadi daerah tertutup, sehingga selalulah makanan mereka selalu terjamin, dan tidak ditimpa kelaparan. Dan disertai rasa aman, sebab daerah Tanah Makkah itu dijadikan daerah terlarang sejak zaman Nabi Ibrahim, tidak boleh orang berperang di sana, tidak boleh binatang buruannya diburu, tidak boleh tumbuh-tumbuhannya dirusak. Aturan ini dihormati oleh seluruh kabilah Arab secara turun-temurun.
 فَلْيَعْبُدُوا رَبَّ هَذَا الْبَيْتِ
 "Maka hendaklah mereka beribadah kepada Rabb Pemilik rumah."
 Dalam ayat ini Allah SWT memerintahkan orang-orang Quraisy agar mereka menyembah Allah Pemilik Ka’bah yang telah menyelamatkan mereka dari serangan orang Ethiopia yang bergabung dalam tentara gajah, maka seyogianya mereka hanya menyembah-Nya dan mengagungkan-Nya.
 Allah Ta'ala membimbing mereka untuk mensyukuri nikmat yang agung ini. Maksudnya, hendaklah mereka mentauhidkan-Nya dengan beribadah sebagaimana Dia telah menjadikan bagi mereka tanah suci yang aman sekaligus rumah yang suci, sebagaimana Allah berfirman:
 (إِنَّمَا أُمِرْتُ أَنْ أَعْبُدَ رَبَّ هَذِهِ الْبَلْدَةِ الَّذِي حَرَّمَهَا وَلَهُ كُلُّ شَيْءٍ وَأُمِرْتُ أَنْ أَكُونَ مِنَ الْمُسْلِمِينَ)
 "Aku hanya diperintahkan untuk beribadah kepada Rabb negeri ini (Makkah) yang telah menjadikannya suci dan kepunyaan-Nya-lah segala sesuatu, dan aku diperintahkan supaya aku termasuk orang-orang yang berserah diri." (QS. An-Naml: 91).
 Dari ayat 3 yang memberikan kesadaran bagi orang Quraisy agar mereka menyembah kepada Allah Yang Empunya Rumah ini dapatlah dimengerti bahwa Ummat Islam sekali-kali tidaklah menyembah kepada Rumah itu sendiri sebagai penyembah berhala, sebagaimana fitnah dan kata-kata palsu yang dikarang oleh zending-zending Kristen untuk menuduh orang Islam menyembah berhala bernama Ka’bah.
 Di dalam Surat Al-Qashash (28) ayat 57 diperingatkan oleh Allah kepada mereka bagaimana Allah menjadikan tanah Makkah itu jadi tempat tinggal tetap mereka, tanah suci, tanah terlarang, dan segala macam makanan datang dibawa orang ke sana.
 Sedangkan di dalam Surat Al-‘Ankabut (29) ayat 67 diperingatkan pula, tidaklah mereka perhatikan bahwa tanah itu telah Kami jadikan Tanah Haram, tanah terlarang yang aman sentosa, padahal manusia di luar Tanah Haram itu culik-menculik, rampas-merampas, bunuh-membunuh.
 Ibadah: Pengabdian Kepada Allah SWT
 Secara bahasa ibadah adalah merendah, tunduk dan patuh
 Secara Istilah ibadah adalah mentaati perintah Allah SWT dengan menjalankan perintah-Nya yang diwahyukan kepada para utusan-Nya, dan menjauhi larangan-Nya.
 Ada yang berkata: Ibadah adalah segala perbuatan yang dicintai dan diridhai Allah baik ucapan atau perbuatan yang zhahir (terang-terangan) atau batin (sembunyi).
Urgensi ibadah
1. Ibadah merupakan tujuan yang dicintai dan diridhai Allah dan sebagai tujuan penciptaan Jin dan Manusia / Makhluk-Nya (51:56)
2. Allah mengutus para Rasul dengan Risalah Ibadah (7:59, 16:36)
3. Allah mencela orang-orang yang enggan melakukan ibadah (40:60)
Dasar-dasar ibadah
1. Cinta, maksudnya cinta kepada Allah dan Rasul-Nya yang mengandung makna mendahulukan kehendak Allah dan Rasul-Nya atas yang lainnya. Adapun tanda-tandanya :
- Mengikuti sunnah Rasulullah SAW
- Jihad di jalan Allah (berusaha sekuat tenaga untuk meraih segala sesuatu yang dicintai Allah ).
2. Takut, maksudnya tidak merasakan sedikitpun ketakutan kepada segala bentuk dan jenis makhluk melebihi ketakutannya kepada Allah SWT (3:175)
3. Harap, maksudnya seorang hamba dituntut untuk selalu berharap kepada Allah dengan harapan yang sempurna tanpa pernah merasa putus asa.
Pembagian Ibadah
 Ibadah Qalbiyah. Contoh: taqwa, cinta, tawakal, ridha.
 Ibadah Lisaniyah. Contoh: membaca tasbih, tahlil, tahmid, takbir.
 Ibadah Jasadiyah Contoh: sholat, zakat, puasa, haji, jihad dan amal kebaikan
Syarat diterimanya Ibadah
 Ibadah harus dilakukan dengan ikhlas kerana mengharap Ridho Allah dan jauh dari perbuatan syirik. → لاإله إلا الله
 Ibadah harus dilakukan dengan benar sesuai sunnah Rasul→ شهادة أن محمدا رسول الله
Tujuan ibadah
1. Tawajjuh (menghadap) kepada Yang Maha Esa
2. Mencari anugerah dan kebaikan.
3. Perbaikan jiwa (takhalli dan tahalli)
Jadikan seluruh waktu adalah ibadah
Muhammad Quthb berkata:
"Perasaan seorang muslim dalam perjalanan mencari rizki, mencari ilmu, mengupayakan kemakmuran bumi dan setiap aktivitas fisik, akal dan jiwanya adalah ibadah. Ibadah yang dilaksanakan dengan keikhlasan yang sama dengan keikhlasan untuk melaksanakan shalat." Dan ternyata menuntut ilmu, mendidik & membesarkan anak, bekerja keras mencari nafkah untuk keluarga, bahkan menyingkirkan duri dari jalanan pun bisa mempunyai nilai ibadah.
الَّذِي أَطْعَمَهُم مِّن جُوعٍ
"Yang telah memberi makan kepada mereka untuk menghilangkan lapar"
Dalam ayat ini Allah menjelaskan sifat Allah Pemilik Ka’bah yang diperintah untuk disembah, yaitu Allah yang membuka pintu rezeki yang luas bagi mereka dan memudahkan jalan untuk mencari rezeki itu.
Jika tidak demikian tentu mereka berada dalam kesempitan dan kesengsaraan. Dan Dia mengamankan jalan yang mereka tempuh dalam rangka mereka mencari rezeki, serta menjadikan orang-orang yang mereka jumpai dalam perjalanan senang dengan mereka. Mereka tidak menemui kesulitan, baik terhadap diri maupun terhadap mereka. Kalau tidak, tentu mereka selalu berada dalam ketakutan yang mengakibatkan hidup sengsara dan papa.
وَآمَنَهُم مِّنْ خَوْفٍ
"Dan mengamankan mereka dari ketakutan"
 Maksudnya, Allah menganugerahkan kepada mereka rasa aman dan juga keringanan.
 Karenanya, hendaklah mereka mengesakan-Nya dalam beribadah hanya kepada-Nya semata yang tiada sekutu bagi-Nya, serta tidak beribadah kepada selain diri-Nya baik itu dalam bentuk patung, sekutu, maupun berhala.
 Oleh karena itu barangsiapa memenuhi perintah tersebut, niscaya Allah akan menggabungkan untuknya rasa aman di dunia dan rasa aman di akhirat. Dan barangsiapa yang mendurhakai-Nya, maka Dia akan mengambilnya.
Intisari dari surat Quraisy
1. Allah telah mengatur segalanya di dunia ini
2. Allah menjelaskan tentang keutamaan orang Quraisy
3. Wajibnya kita beribadah kepada Allah dan meninggalkan peribadatan selain kepada Allah.
4. Wajibnya bersyukur terhadap nikmat yang diberikan kepada Allah SWT.
5. Penekanan bahwa yang memberi makan manusia dan menjamin dari rasa ketakutan hanyalah Allah SWT.
6. Allah telah mengatur segalanya di dunia ini
7. Allah menjelaskan tentang keutamaan orang Quraisy
8. Wajibnya kita beribadah kepada Allah dan meninggalkan peribadatan selain kepada Allah.
9. Wajibnya bersyukur terhadap nikmat yang diberikan kepada Allah SWT.
10. Penekanan bahwa yang memberi makan manusia dan menjamin dari rasa ketakutan hanyalah Allah SWT.

tafsir surat Almaa'un

 Surat ini terdiri dari 7 ayat, berada pada urutan surat ke 1 dan surat diturunkan di Makkah sesudah surat at-Takatsur, menurut mufassir lainnya disebutkan bahwa Surat ini dan sebagian besar surat berikutnya dianggap sebagai surat Makkiyah, tapi sebagian di antaranya seperti Surah al-Nashr, yang tempat asalnya jelas sekali, konon diturunkan di Madinah.
 Nama surat ini diambil dari kata al-Ma’un yang diambil pada ayat terakhir. Menurut etimologi, al-Ma’un berarti banyak harta, berguna dan bermanfaat, kebaikan dan ketaatan , dan Zakat.
 Surat Al-Ma’un memang surat pendek namun penuh makna dan memposisikan kaum teraniaya, tidak berdaya (dari segi harta) untuk mendapatkan tempat dan perhatian yang sungguh-sungguh dari ummat yang mengaku beragama.
 Di mata surat ini, pendusta agama adalah orang yang menghardik anak yatim dan tidak mengajurkan memberi makan orang miskin. Pernyataan Allah yang begitu tegasnya untuk menegasi bahwa kekurangperhatian pada orang-orang “tak berdaya” dan membiarkan orang miskin berada dalam kemiskinan adalah PENDUSTA AGAMA.
 Hubungan surat Quraisy dengan surat sebelumnya:
 Dalam surat Quraisy, Allah menyatakan bahwa Dia membebaskan manusia dari kelaparan, maka dalam surat Al-Ma’un Allah mencela orang yang tidak menganjurkan dan tidak memberi makan orang miskin
 Dalam surat Quraisy Allah memerintahkan menyembah-Nya maka dalam surat Al-Ma’un Allah mencela orang yang shalat dengan lalai dari-Nya.
 Hubungan surat Quraisy dengan surat sesudahnya:
 Dalat surat Al-Ma’un dikemukakan sifat-sifat manusia yang buruk, sedang dalam surat Al-Kautsar ditunjukkan sifat-sifat yang mulia, yang diperintahkan mengerjakannya.
 Asbabul Nuzul
 Sebab turunya surat ini ialah berkenaan degan orang-orang munafik yang memamerkan shalat kepada orang yang berirman; mereka melakukan shalat dengan riya’, dan meninggalkan apabila tidak ada yang melihatnya serta menolak memberikan bantuan kepada orang miskin dan anak yatim ( Riwayat ibnu Mudzir ).
 KANDUNGAN SURAT
 Surat ini menggambarkan orang yang tidak mau membayar zakat dan tidak mau pula berinfaq untuk membantu fakir miskin. Allah mengancam orang yang mempunyai banyak harta tetapi tidak mempunyai kepedulian sosial.
 Surat ini juga menggambarkan sifat orang munafik yang lalai dalam menunaikan shalat, pamer shalat dan enggan memberikan bantuan kepada orang fakir dan miskin
 Surat ini juga menggambarkan akan sifat orang-orang yang mendustakan agama; menghardik, tidak peduli sosial, lalai dalam ibadah, riya, dan menghalang-halangi untuk berbuat baik.
 Bahwa beragama dalam surah Al-Ma’un tidak selau identik dengan kesalehan dan ketakwaan. Beragama dan melakukan ritual-ritual agama tidak selalu menjadikan seseorang bisa dipercaya dan membawa amanah. Wacana besar yang dibawa surat ini adalah membalik semua itu dengan mengatakan bahwa kalangan orang beragama itu “ada pendusta agama”. Orang yang haji dan shalatnya rajinpun bisa jadi adalah pendusta agama. Simbol agama dan kesalehan vertikal tak selamanya sepadan atau segaris dengan apa yang ditunjukkan oleh agama itu sendiri. Bahkan bisa jadi kesalehan ritual agama yang dilakukannya merupakan manipulasi semata untuk mengkhianati agama .
 أَرَأَيْتَ الَّذِي يُكَذِّبُ بِالدِّينِ (١)فَذَلِكَ الَّذِي يَدُعُّ الْيَتِيمَ (٢)وَلا يَحُضُّ عَلَى طَعَامِ الْمِسْكِينِ (٣)فَوَيْلٌ لِلْمُصَلِّينَ (٤)الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلاتِهِمْ سَاهُونَ (٥)الَّذِينَ هُمْ يُرَاءُونَ (٦)وَيَمْنَعُونَ الْمَاعُونَ (٧)
 1. tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? 2. Itulah orang yang menghardik anak yatim, 3. dan tidak menganjurkan memberi Makan orang miskin. 4. Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, 5. (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya, 6. orang-orang yang berbuat riya, 7. dan enggan (menolong dengan) barang berguna.
 Tafsir ayat
 أَرَأَيْتَ الَّذِي يُكَذِّبُ بِالدِّينِ
 1. Apakah engkau melihat orang yang mendustakan catatan kehidupan [agama]?
 Allah bertanya, 'Tidakkah kau lihat, tidakkah kau saksikan orang yang menyangkal din yang benar, jalan hidup yang benar, cara ibadah yang benar, cara perilaku yang benar? Secara historis, banyak orang yang secara khusus teridentifikasi sekaitan dengan turunnya surah ini, termasuk Abu Sufyan. Mereka adalah orang-orang yang telah dimintai tolong oleh orang yang tersingkir dari masyarakat, atau anak yatim. Mereka adalah orang-orang kaya, yang sanggup memberikan pertolongan.
 Surat ini diawali dengan kalimat tanya untuk menarik perhatian pembacaanya. Kemudian Allah SWT sendiri yang menjawab pertanyaan tersebut satu per satu. Tujuanya ialah agar pembaca benar-benar memperhatikan dan meresapi makna yang terkandung di dalamnya.Biasanya setiap ayat yang didahului dengan pertanyaan mengandung nilai yang sangat penting untuk segera dipahami dan diamalkan. Pertanyaan yang paling prinsipil ialah “ siapakah pendusta agama ? “ maka jawabanya segera disusul setelah pertanyaanya.
 فَذَلِكَ الَّذِي يَدُعُّ الْيَتِيمَ
 2. Itulah orang yang menghardik anak yatim
 Selanjutnya Allah menjawab secara lugas bahwa pendusta agama ialah orang yang tidak mau menyantuai anak yatim.
 Maksudnya adalah Mereka yang mengahardik anak yatim, menzalimi hak-haknya, dan tidak memberinya makan, tidak berbuat baik kepada mereka. Yatim adalah orang yang bapakanya telah meninggal dan dia di bawah usia baligh baik lelaki atau wanita.
 Anak yatim tidak mempunyai penjaga manusia yang memiliki hubungan biologis dan emosional dengannya. Barangsiapa sudi menerima peran penjagaan tersebut berarti ia sedang menjalankan kerahman-rahiman sang Pencipta. Dengan demikian ia melaksanakan perbuatan yang paling mulia. Barangsiapa mengabaikan anak yatim berarti sedang meniadakan kasih sayang dan cinta sang Pencipta bagi dirinya sendiri.
 وَلَا يَحُضُّ عَلَى طَعَامِ الْمِسْكِينِ
 3. Dan tidak mendorong memberi makan orang miskin.
 Miskin menggambarkan seseorang yang telah menyerah karena fakir (melarat), orang yang faqr-nya, kemelaratannya, telah menyebabkannya tidak bisa istirahat dan senang. Ia telah hidup dalam kemelaratan sampai benar-benar pasrah dan tidak ada lagi cita-cita.
 Ciri berikutnya ialah orang yang tidak mau menyeru untuk dana dan makanan supaya diberiakn kepada orang miskin.
 Perkataan "yahudldlu" yang diterjemahkan dengan "berjuang" di sini mempunyai asal arti "menganjurkan dengan kuat". "menggemarkan," "menganjurkan" "menyuruh". "mendorong diri sendiri" (sebelum mendorong orang lain)
 Jadi, perkataan "yahudldlu" menunjuk pada adanya komitmen batin yang tinggi, yakni usaha mengangkat dan menolong nasib kaum miskin. Berarti bahwa indikasi ketulusan dan kesejatian dalam beragama ialah adanya komitmen sosial yang tinggi dan mendalam kepada orang bersangkutan.
 paling tidak ada 2 hal yang patut disimak dalam ayat 3 surat ini. Pertama ayat tersebut tidak berbicara tentang kewajiban ”memberi makan” orang miskin, tapi berbicara ”menganjurkan memberi makan”. Itu berarti mereka yang tidak memiliki kelebihan apapun dituntut pula untuk berperan sebagai ”penganjur pemberi makanan terhadap orang miskin” atau dengan kata lain, kalau tidak mampu secara langsung, minimal kita menganjurkan orang-orang yang mampu untuk memperhatikan nasib mereka. Peran ini sebenarnya bisa dilakukan oleh siapapun, selama mereka bisa merasakan penderitaan orang lain. Ini berarti pula mengundang setiap orang untuk ikut merasakan penderitaan dan kebutuhan orang lain, walaupun dia sendiri tidak mampu mengulurkan bantuan materiil kepada mereka.
 Anak-anak yatim dan faqir miskin adalah bagian dari kelompok masyrakat yang sangat dicintai oleh Rusulullah SAW, bahkan dalam sebuah hadits dinyatakan ( Rusuluallah ) sangat dekat dengan mereka.Perhatian mereka sangat diutamakan, sebagaimana tersebut dalam sebuah ayat :
 ويسئلونك عن اليتمى قل اصلاح لهم خير وان تخالطهـــم فاخوانكم
 Dan mereka bertanya kepadamu tentang anak yatim katakanlah ; Mengurus urusan mereka secara patut adalah baik, jika kamu menggauli mereka, maka mereka adalah saudaramu” ( Al-Baqarah: 220 ).
 Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah ra, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: Hindarilah tujuh perkara yang membinasakan. Para sahabat bertanya: “Wahai Rasulullah SAW apakah itu?” Rasulullah SAW bersabda:
 1. Syirik,
 2. Berbuat sihir,
 3. Membunuh orang yang diharamkan oleh Allah untuk dibunuh kecuali dengan alasan yang benar (menurut ajaran agama),
 4. Memakan riba,
 5. Memakan harta anak yatim,
 6. Berpaling di waktu peperangan (bukan untuk bersiasat akan tetapi lantaran takut kepada musuh),
 7. menuduh zina kepada wanita mukmin yang sudah bersuami yang tidak terlintas di hatinya untuk menjalankan kejelekan
 فَوَيْلٌ لِّلْمُصَلِّينَ
 4. Maka celakalah orang-orang yang shalat!
 Kata wail bermakna: Siksa bagi mereka.
 Sebagian ahli tafsir berkata: mereka adalah orang yang mengakhirkan shalat dari waktunya, dan mereka tidak menunaikan shalat kecuali setelah keluar waktunya.
 الَّذِينَ هُمْ عَن صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ
 5. Mereka yang lalai dalam salat mereka.
 Kata "sahun“ seperti yang termaktub dalam ayat diterjemahkan dengan "lupa" atau "lalai"
 Namun yang dimaksud dalam firman ini bukanlah mereka itu dikutuk Allah karena lupa mengerjakan shalat yang disebabkan lupa, misalnya, terlalu sibuk bekerja. Sebab lupa dan alpa serupa itu justru dimaafkan oleh Allah, tidak dikutuk).Tapi yang dimaksud dalam firman itu ialah mereka yang menjalankan shalat itu lupa akan shalat mereka sendiri, dalam arti bahwa shalat mereka tidak mempunyai pengarah apa-apa kepada pendidikan akhlaknya, sehingga mereka yang menjalankan shalat itu dengan mereka yang tidak menjalankannya sama saja. Apalagi jika lebih buruk!
 Sholat adalah ibadah yang paling utama yang diperintahkan dalam syareat islam.Dengan melaksanakanya secara baik dan benar akan menimbulkan pengaruh positip yang sangat besar dalam aspek kehidupan. Di akherat pun merupakan amaliah yang paling utama yang memperoleh penilaian dan menjadi tolak ukur semua amal perbuatan. Allah berfirman :
 اتل ما اوحى اليك من الكتاب واقم الصلاة ان الصلوة تنهى عن الفخشاء والمنكر
 Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu alkitab ( al-qur’an ) dan dirikanlah sholat.sesungguhnya sholat itu mencegah dari perbuatan –perbuatan keji dan mungkar. ( al-ankabut : 45 )
 Suatu hari, Sayyidah Fathimah as bertanya kepada Rasulullah saw, “Yâ Abâtah, apa yang akan didapatkan oleh orang yang melecehkan shalatnya, menganggap enteng kepada shalatnya, baik laki-laki maupun perempuan?” Rasul bersabda, “Hai Fathimah, barang siapa yang melecehkan shalatnya menganggap enteng kepada shalatnya, baik laki-laki maupun perempuan, Allah akan menyiksanya dengan lima belas perkara. Enam perkara di dunia, tiga pada saat ia mati, tiga lagi pada waktu ia berada di kuburnya, dan tiga perkara pada Hari Kiamat, ketika ia keluar dari kuburnya.”
 Allah berfirman : Maka datanglah sesudah mereka pengganti (yang jelek) yang meremehkan sholat dan menuruti hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesaatan. Kecuali orang yang bertaubat, beriman dan beramal sholeh? (Maryam: 59-60)
 Para ulama mengomentari ayat diatas dengan tafsirnya yang terdapat dalam Ibnu Katsir sebagai berikut :
 Muhammad bin Kaab Al Quraan Al Qurdly, dan Ibnu Zaid bim Aslam dan Sady yang disebut meremehkan sholat adalah Meninggalkan Sholat ( Tidak sholat )
 Al Auz, Ibnu Maasud, Ibnu jarir, Ibnu Juraih meremehkan sholat adalah meremehkan waktu
 Al Hasan Al-Bashri, meremehkan sholat adalah meninggalkan Masjid ( Tafsir Ibnu katsir 3 / 21 )
 Ibnu Abbas ra berkata : Pengertian meninggalkan sholat tidak berarti meninggalkan sholat itu sama sekali.
 Said bin Musayyib berkata : Orang itu tidak sholat Ashar, Dzuhur kecuali hingga datangnya waktu maghrib, tidak sholat maghrib hingga datangnya waktu Isya dan tidak sholat Isya hingga datangnya Fajar ( shubuh ).
 Saad bin Abi Waqosh berkata: Aku telah bertanya kepada Rasulullah tentang mereka yang melalaikan sholatnya, maka beliau menjawab Yaitu Mengakhirkan waktu , yakni mengakhirkan waktu sholat.
 الَّذِينَ هُمْ يُرَاؤُون
 6. Mereka yang ingin dilihat
 Ayat ini Allah menegaskan bahwa ada sebagian orang yang melakukan amal kebaikan, termasuk shalat, untuk memperlihatkan amalnya kepada manusia. Tindakan seperti ini disebut riya’.Sikap riya’ adalah lawan dari ikhlas. Keikhlasan diperlukan dalam setiap amal kebaikan agar memperoleh pahala yang sempurna dari Allah.
 Ayat ini berkenaan dengan orang-orang yang tidak sadar akan realitas di ba!ik salat dan yang kehilangan makna salat. Secara lahiriah, maksudnya adalah orang yang melaksanakan salat secara munafik, untuk dilihat orang lain, dan sekadar melaksanakan gerakan-gerakan lahir untuk menyenangkan penonton. Ihsan (kebaikan) yang paling tinggi adalah 'ubudiyah (ibadah, pengabdian) yang nyata, dan 'ubudiyah seperti itu terwujud dalam penegakkan secara lahiriah lima salat yang tulus. Namun, orang-orang yang dimaksud di sini adalah mereka yang telah kehilangan makna salat; mereka kehilangan lautan cahaya yang memancar dari perbuatan yang berulang-ulang itu.
 Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dari hadits riwayat Jundub RA bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda: Barangsiapa yang memperdengarkan amal baiknya maka Allah akan memperdengarkannya dan barangsiapa yang memperlihatkan amal baiknya maka Allah akan memperlihatkan amal baiknya di hadapan orang lain”.
 Maknanya adalah barangsiapa yang senang memperdengarkan amal baiknya maka Allah akan menyingkapnya dan menjelaskan serta mambuka kedoknya di hadapan masyarakat bahwa orang tersebut tidak ikhlas dalam berbuat namun dia ingin memperdengarkan kebaikannya agar manusia memujinya atas ibadah yang telah dikerjakannya begitu pula dengan orang yang memperlihatkan amal baiknya maka Allah pun akan memperlihatkan amal tersebut di hadapan orang lain dan menyingkap kedoknya baik cepat atau lambat.(Al-Bukhari, no: 6499 dan Muslim, no: 2987
 وَيَمْنَعُونَ الْمَاعُونَ
 7. Dan tidak mau memberikan kebutuhan sehari-hari [kepada sesamanya].
 Paling tidak, yang dapat dilakukan seseorang secara lahiriah adalah bersedekah dari kekayaannya, memberikan sebagian harta bendanya kepada orang lain untuk membantu mereka. Pada waktu itu ayat ini merupakan perintah kepada setiap orang untuk berbagi. Ma'un dalam penggunaan bahasa Arab sehari-hari berarti 'piring untuk menyajikan makanan', dan dengan perluasan makna menjadi berarti setiap barang yang berguna.
 Pertama: Ayat ini menjelaskan tentang anjuran memberi makan kepada orang miskin dan anak yatim.
 Diriwayatkan oleh Al-Bukhari di dalam kitab shahihnya dari Sahl bin Sa’d bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda: Aku bersama orang yang menanggung anak yatim seperti ini”. Dan beliau menjadikan jari telunjuk berjejeran dengan jari tengah.
 Diriwyatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim di dalam kitab shahihnya dari Abi Hurairah RA bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda: Orang yang berusaha untuk kebutuhan wanita janda dan miskin seperti seorang mujahid di jalan Allah”, dan aku menyangka beliau bersabda: “Seperti orang yang bangun malam tanpa merasa putus asa dan orang yang puasa yang tidak pernah meninggalkannya”. (Al-Bukhari no: 6005, Shahih Muslim: no: 2982)
 Kedua: Anjuran untuk menunaikan shalat pada waktunya.
 Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya salat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman”. (QS. Al-Nisa’: 103)
 Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim di dalam kitab shahihnya dari Abdullah bin Mas’ud RA berkata: Aku bertanya kepada Nabi Muhammad SAW: Amal apakah yang paling dicintai oleh Allah?. Beliau SAW bersabda: Shalat tepat pada waktunya”. (Al-Bukhari no: 527 dan Muslim: no: 85)
 Intisari surat
 Ketiga: Anjuran untuk mengerjakan kebajikan, dan berbuat baik kepada orang lain dengan memberikan meminjam harta walaupun kecil.
 Diriwayatkan oleh Al-Bukhari di dalam kitab shahihnya dari Ibnu Amr bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda: Empatpuluh kebaikan, dan yang paling tinggi adalah menghadiahkan seekor kambing betina. Tidaklah seseorang mengerjakan salah satu dari bagian tersebut karena mengharap pahala dari Allah dan percaya akan dijanjikan kecuali Allah akan memasukkannya ke dalam surga”.
 Hasan berkata: Maka kami kembali dan menghitung apa saja yang termasuk dalam pemberian yang nilainya di bawah kambing betina, seperti menjawab salam, mendo’akan orang yang bersin, menjauhkan gangguan dari jalan umum dan yang lainnya, dan kami tidak mampu menyebut lima belas kebaikan. (Al-Bukhari: no: 2631)
 Keempat: Anjuran untuk berbuat ikhlas dalam beramal dan waspada terhadap riya dan sum’ah.
 Allah berfirman: “Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan. (9)Sesungguhnya Kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih. (Al-Insan: 8-9)
 Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dari hadits riwayat Jundub RA bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda: Barangsiapa yang memperdengarkan amal baiknya maka Allah akan memperdengarkannya dan barangsiapa yang memperlihatkan amal baiknya maka Allah akan memperlihatkan amal baiknya di hadapan orang lain”.
 Maknanya adalah barangsiapa yang senang memperdengarkan amal baiknya maka Allah akan menyingkapnya dan menjelaskan serta mambuka kedoknya di hadapan masyarakat bahwa orang tersebut tidak ikhlas dalam berbuat namun dia ingin memperdengarkan kebaikannya agar manusia memujinya atas ibadah yang telah dikerjakannya begitu pula dengan orang yang memperlihatkan amal baiknya maka Allah pun akan memperlihatkan amal tersebut di hadapan orang lain dan menyingkap kedoknya baik cepat atau lambat.
 Kelima surat ini juga membawa pesan : betapa pentingnya keterlibatan sosial dan pembelaan sosial kepada masyarakat miskin, minoritas, dan pentingya membela ketidakadilan dan menjustifikasi gerakan-gerakan sosial berbasiskan santri dan kitab kuning. Jelas sekali bahwa surat ini memberikan petunjuk bahwa kesalehan ritual tidak menjadi bermakna tanpa kesalehan sosial.